LABUSEL | VALITO.CO (5/8/2025)— Di tengah tekanan sanksi Amerika Serikat (AS), Iran berhasil mengembangkan kecerdasan buatan (AI) untuk keperluan militer dan siber, termasuk dalam konflik terbaru melawan Israel. Sementara itu, Indonesia, sebagai salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara, juga menunjukkan kemajuan pesat dalam adopsi dan pengembangan AI, meski masih menghadapi tantangan infrastruktur dan sumber daya manusia.
Iran: AI sebagai Senjata Siber di Tengah Sanksi
Dalam konflik dengan Israel baru-baru ini, Iran menggunakan AI untuk meningkatkan serangan siber, termasuk kampanye phishing canggih dan disinformasi berbasis deepfake. Kelompok peretas yang didukung negara, seperti APT35 (Charming Kitten), memanfaatkan AI untuk menarget pakar keamanan siber Israel dengan pesan palsu yang sulit dibedakan dari aslinya.
Selain itu, Iran juga menggunakan video yang dihasilkan AI untuk propaganda perang, termasuk klip palsu yang menggambarkan serangan rudal besar-besaran di Tel Aviv—yang ternyata dibuat sebelum konflik pecah . Kemampuan ini menunjukkan bahwa meski dibatasi sanksi teknologi, Iran tetap mampu mengembangkan AI untuk keperluan ofensif.
Indonesia: Ambisi Besar, Tantangan Nyata
Sementara Iran fokus pada AI untuk pertahanan, Indonesia mengambil pendekatan berbeda dengan menjadikan AI sebagai penggerak ekonomi digital. Berdasarkan Laporan PUSAKA 2025, Indonesia mengalami lonjakan adopsi AI di sektor bisnis, termasuk penggunaan Agentic AI— sistem yang bisa beradaptasi dan bertindak mandiri seperti rekan digital.
Beberapa pencapaian Indonesia dalam pengembangan AI meliputi:
1. Investasi Besar dari Perusahaan Global
– Microsoft berkomitmen $1,7 miliar untuk pengembangan cloud dan AI di Indonesia .
– NVIDIA membangun pusat AI senilai $200 juta di Surakarta bekerja sama dengan Indosat .
– Alibaba dan Tencent juga berinvestasi dalam pusat data dan pelatihan AI.
2. Inovasi Lokal
– Sahabat-AI, model bahasa besar yang mendukung 700+ bahasa daerah, digunakan untuk layanan publik dan sektor keuangan .
– Startup seperti eFishery dan DANA memanfaatkan AI untuk perikanan dan inklusi keuangan.
3. Strategi Nasional AI 2020-2045
Pemerintah Indonesia sedang menyelesaikan peta jalan AI nasional, yang akan menjadi panduan pengembangan AI di sektor kesehatan, pertanian, dan pemerintahan.
Namun, tantangan masih ada, seperti:
– Keterbatasan infrastruktur chip dan data center.
– Kesenjangan SDM, dengan kebutuhan 9 juta talenta digital pada 2030.
– Risiko keamanan siber dan misinformasi, seperti yang terjadi di konflik Iran-Israel.
Kesimpulan: AI untuk Perang vs. AI untuk Pembangunan
Iran membuktikan bahwa sanksi tidak sepenuhnya menghambat inovasi AI, meski digunakan untuk peperangan. Sementara itu, Indonesia memilih jalur berbeda—mengoptimalkan AI untuk pertumbuhan ekonomi dan pemerataan digital.
Dengan dukungan investasi global, inovasi lokal, dan regulasi yang sedang disiapkan, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama AI di Asia Tenggara. Namun, tanpa percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas SDM, ambisi ini bisa tertinggal di belakang negara lain yang lebih agresif, seperti Malaysia atau Singapura.
Apa Langkah Selanjutnya?
– Pemerintah perlu mempercepat implementasi peta jalan AI dan memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta.
– Pelatihan AI massal, seperti program elevAIte Microsoft, harus diperluas ke daerah terpencil.
– Perlindungan terhadap disinformasi dan serangan siber perlu ditingkatkan agar perkembangan AI tetap aman dan beretika.
Dengan langkah-langkah ini, Indonesia bisa tidak hanya mengejar, tetapi bahkan memimpin revolusi AI di kawasan—tanpa harus melalui jalan konflik seperti Iran.
Sumber: Laporan PUSAKA 2025, Reuters, Alibaba Cloud, Microsoft, AFP Fact Check, TRT World