Daerah  

Imam Syahraini Siregar Apresiasi Keputusan MK Soal Perlindungan Masyarakat Adat di Kawasan Hutan

Kabupaten Padanglawas Utara | VALITO.CO – Mahkamah Konstitusi (MK) membuka ruang perlindungan hukum bagi masyarakat adat dengan menetapkan bahwa mereka tidak memerlukan izin pemerintah pusat untuk berkebun di kawasan hutan, selama kegiatan tersebut tidak bersifat komersial. Putusan ini merupakan kemenangan signifikan bagi masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam dan sekitar hutan.

Keputusan tersebut diambil dalam perkara Nomor 181/PUU-XXII/2024, yang menguji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. MK menyatakan bahwa Pasal 17 Ayat (2) Huruf b dalam UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan untuk masyarakat yang hidup secara turun-temurun di dalam hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersial”.

Tanggapan Langsung dari Lapangan

Imam Syahraini Siregar, Ketua Gakoptas Desa Ujung Gading Julu, Kecamatan Simangambat, Kabupaten Padang Lawas Utara, menyambut baik putusan ini sebagai angin segar. Ia mengungkapkan apresiasinya di sekretariat Gakoptas pada Jumat (17/10/2025).

“Permohonan uji materi UU Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H) yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja, khususnya Pasal 17 dan Pasal 110B, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Masyarakat yang tinggal dan berusaha di kawasan hutan untuk kebutuhan nonkomersial sekarang tidak bisa dikenai sanksi. Gugatan yang disodorkan Sawit Watch kepada MK ini dikabulkan sebagian,” ujar Imam.

Ia menambahkan, “Alhamdulillah perjuangan pada tahap ini sudah berhasil. Pihak Gakoptas Desa Ujung Gading Julu sebelumnya mengutus Nasaruddin Dasopang dan Kepala Desa Parubahan Hasibuan sebagai saksi yang didampingi Sawit Watch dalam proses judicial review tersebut.”

Dampak dan Konteks Putusan

Putusan MK ini memiliki dampak langsung bagi masyarakat adat:

· Aktivitas Berkebun: Masyarakat adat kini dapat membuka kebun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (sandang, pangan, papan) tanpa ancaman sanksi administratif.
· Perlindungan Hukum: MK menegaskan bahwa negara tidak boleh mengkriminalisasi masyarakat adat yang hidup turun-temurun di hutan untuk kegiatan subsisten.
· Konteks Legal: Putusan ini melanjutkan perlindungan hukum yang telah dimulai MK sejak Putusan Nomor 95/PUU-XII/2014, yang membedakan antara kegiatan komersial dan nonkomersial di kawasan hutan.

Dengan keputusan ini, Imam berharap persoalan tanah yang menyangkut kehidupan masyarakat kecil dapat teratasi. “Tidak ada lagi gangguan yang membuat keresahan di masyarakat yang tengah berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” pungkasnya.(red*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *